REMIDIAN BAHASA INDONESIA
KELAS XII IKHWAN DAN AKHWAT
1.
Bacalah iklan lowongan pekerjaan di bawah ini kemudian
buatlah lamaran pekerjaan yang baik dan benar berdasarkan iklan tersebut!
2.
Jelaskan unsur intrinsik cerpen!
3.
Kamu sudah mampu menjelaskan unsur intrinsik cerpen. Selanjutnya
analisislah cerpen di bawah ini, unsur intrinsiknya saja ya!
Kotak Pensil Misterius
Cerpen Karangan: Zahra Rizqy
Charissa Hutama
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Misteri, Cerpen Persahabatan Lolos moderasi pada: 1 December 2018
Tavita meninggal. Gadis ramah berambut
kepang satu itu tak dapat bertahan dari penyakit thalasemia yang dideritanya.
Teman teman sekelasnya di SD Pelita sedih. Tavita alias Tavita Maharani,
memang terkenal baik hati dan tidak pelit.
Dua minggu berlalu dan kelas 5 sudah
berkegiatan seperti biasa. Fafa, yang dulu sebangku dengan Tavita, kini sudah
asyik duduk dengan Vania. Wajah wajah mutung kini sudah tak tampak lagi. Tetapi,
masih sering ada yang nangis diam diam.
Pagi itu, Fafa masuk kelas seperti
biasa. Tiba tiba…
Ia terpekik melihat mejanya tergeletak sebuah kotak pensil warna biru. Wajah Fafa memucat, memperhatikan kotak pensil bergambar frozen itu. Di bangku, belum ada tas Vania. Fafa menoleh ke kiri dan ke kanan, bingung.
“Kenapa Fa?” tanya Vayla yang melihat
tingkah Fafa.
“Ituuuu..!” bisik Fafa sambil menunjuk
ke mejanya.
Vayla mengernyitkan kening, berpikir dan membelalak.
“Kotak pensil Tavita!” pekik Vayla.
“Iya, kenapa bisa ada di situ!” spontan
Fafa mundur lalu memeluk Vayla.
“Ada apa ini?” teman teman berdatangan.
Setelah tahu soalnya, mereka sama sama ketakutan melihat kotak pensil itu.
“Aku buka ya?” tanya Varez mengulurkan
tangan.
“Iya, buka aja Rez!” bisik Vania. Ia
juga ketakutan.
Apalagi ia duduk di bangku Tavita. Mungkin sebaiknya ia pindah ke bangku lamanya. Pelan pelan, Varez membuka kotak pensil itu. Di dalam, terdapat benda benda kesayangan Tavita.
“Benda benda yang selalu dibawa Tavita”
bisik Varez.
Fafa mengintip “Barang kesayangan Tavita!” bisik Fafa lemas.
Bu Cici, wali kelas 5, sudah mendapat
penjelasan dari Varez, sang ketua kelas. Beliau duduk di meja guru bersama
kotak pensil Tavita yang terbuka. Bu Cici menghela nafas panjang, memandang
satu persatu wajah muridnya.“Sekali lagi ibu tanya, siapa yang membawa kotak
pensil ini?” bu Cici bertanya pelan.
Tidak ada yang menyahut.
“Apa mungkin si.. Tavita sendiri yang
datang bu” suara Vayla memecah keheningan.
Anak anak langsung riuh seperti lebah berdengung.
“Hantu itu gak ada!” bantah Varez dengan
suara pelan, tetapi, otaknya berputar memikirkan berbagai kemungkinan.
“Benar kata Varez, anak anak hantu itu
tidak ada. Jelas kotak ini dibawa oleh seseorang. Ibu beri waktu sampai jam
pulang. Tolong mengaku saja yang sudah membawa kotak pensil ini. Beri
penjelasan pada ibu dan ibu tidak akan marah”
“Maksud bu Cici, salah satu di antara
kita sengaja melakukannya?” bisik Chika pada Varez. Sang ketua kelas hanya
mengangguk.
“Tetapi, apa tujuannya?” lanjut Chika.
“Entahlah, nanti kita pikirkan sama
sama!” ucap Varez.
Sampai jam pulang sekolah, tidak ada
yang mengaku membawa kotak pensil itu. Dan keesokan harinya, kotak pensil
yang sama ada di atas meja Fafa lagi. Dan lebih parahnya, Fafa menjadi
pingsan. Keadaan pun menjadi heboh. Kelihatannya bu Cici marah sekali. Tetapi
beliau tidak mengatakan apa apa karena sibuk mengurusi Fafa di ruang
kesehatan. Anak anak sibuk bercakap cakap membahas kejadian itu.
“Kok bisa ada lagi? Isinya malah jepit
rambut dan barang kesayangan si Tavita. Aku pernah melihat si Tavita bawa
barang itu dan jepit rambut persis seperti itu” ucap Chika.
“Benar. Ku pernah meminjam jepit rambut
dan barang itu dari Tavita” timpal Vayla.
“Padahal kotak pensil yang berisi barang
kesayangan Tavita kemarin disimpan bu Cici” gumam Varez.
“Berarti si pelaku sengaja membeli kotak
pensil yang sama dengan Tavita” cetus Chika.
“Pernah lihat toko yang menjual kotak
pensil itu nggak?” tanya Varez.
Vayla menggeleng ragu. Chika mengangkat bahu. Varez berpikir keras hingga alisnya menyatu di kening.
Hari ketiga, tidak ada peristiwa itu
lagi. Hari ke empat, kotak pensil itu kembali lagi membuat kelas 5 ribut.
Kali ini, Varez berhasil menenangkan Fafa. Bu Cici duduk diam karena Varez
sudah meminta waktu untuk berbicara.
“Bu Cici dan teman teman semua. Kotak
pensil Tavita kembali lagi. Kali ini, isinya Jam tangan Tavita dan alat tulis
berlogo Tavita. Tetapi aku dan Chika sudah tau bahwa pemilik kotak ini
bukanlah Tavita. Melanikan.. Vayla.” kata Varez.
Seluruh siswa terperanjat. Lebih lebih Vayla.
“Ka.. kamu.. jangan asal menuduh dong!”
teriak Vayla dengan wajah memucat.
“Selama dua hari ini, aku dan Chika
sudah menyelidiki. Kami bertanya pada pak Ardi, satpam sekolah, tentang siswa
yang belakangan ini, masuk pagi pagi sekali. Lalu, kemarin dan hari ini, aku
dan Chika bersembunyi di balik lemari, menunggu si pembawa kotak pensil
beraksi lagi. Dan hari ini, kami berhasil memotret Vayla yang sedang
beraksi.” Kata Varez sambil menunjukkan foto di ponselnya.
Vayla terbelalak, lalu menangis terisak
isak. Pengakuan terlontar dari mulutnya. “Aku ingat Tavita, ia selalu baik.
Kalian sering mengejekku. Tetapi Tavita enggak pernah begitu. Dua minggu ini
aku masih merindukan Tavita. Sementara kalian sepertinya memganggap Tavita
tak ada. Terutama kamu Fafa, kamu malah cepat sekali melupakan Tavita dan
asyik bermain dengan Vania.” Vayla terisak isak. Bu Cici mendekatinya, lalu
memeluknya. Teman teman Vayla juga mendekat.
“Aku juga rindu Tavita, Vayla,” isak
Fafa.
“Aku enggak pernah bisa melupakan
Tavita,”
“Tidak ada yang lupa pada Tavita. Tavita
akan ada di hati kita semua.” ucap Bu Cici. Bu Cici memeluk murid muridnya
yang terbawa akan kenangan Tavita.
Misteri kotak pensil Tavita sudah
terpecahkan. Perbuatan Vayla sudah dimaafkan. Dan teman temannya berjanji
takkan mengejeknya lagi.
Cerpen Karangan: Zahra Rizqy Charissa
Hutama
|
Kerjakan pada kertas folio bergaris dan
dikumpul paling lambat Kamis 6 Desember 2018. Dikumpulkan perkelas dan
diserahkan kepada Pak Adib di Lab. Komputer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar